Kamis, 08 Agustus 2013

GAMBARAN KEJADIAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAKASSAR (KTI Kebidanan)



ABSTRAK
Gambaran Kejadian Hiperemesis Gravidarum di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar Periode Januari s.d. Desember Tahun 2012 

VI BAB, xiii, 46 halaman, 7 lampiran

Hiperemesis gravidarum ringan merupakan keluhan umum (fisiologis) yang di sampaikan pada kehamilan muda. Hiperemesis gravidarum yang ringan (tingkat I) yang dialami secara terus menerus menyebabkan ibu hamil atau penderita menjadi lemah, nafsu makan menurun dan kurangnya asupan makanan yang sehat, hal ini tentunya dapat mempengaruhi perkembangan janin dan memperburuk keadaan ibu serta memicu timbulnya hiperemesis berat.
Jenis penelitian yang digunakan adalah survei deskriptif untuk untuk memperoleh gambaran Hiperemesis gravidarum pada ibu hamil di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar Periode Januari s.d. Desember 2012, dengan populasi 1028 orang dan sampel 72 orang, data diolah secara manual dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekwensi yang disertai dengan penjelasan.
Hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa distribusi kejadian Hiperemesis gravidarum di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar Periode Januari s.d. Desember 2012 yaitu, berdasarkan umur ibu, kejadian hiperemesis gravidarum terbanyak pada kelompok risiko rendah (20 – 35 tahun) sebanyak 56 (77,78%) orang, sedangkan berdasarkan paritas terbanyak pada kelompok risiko tinggi (paritas 2-3) yaitu 42 (53,33%) orang, dan berdasarkan umur kehamilan kejadian terbanyak pada risiko rendah (kehamilan <10 minggu dan >12 minggu ) yaitu 60 (83,33%) orang.
Bagi pasangan yang menikah usia muda hendaknya merencanakan kehamilan pada usia reproduksi sehat antara 20 – 30 tahun, Ibu yang mempunyai paritas tinggi sebaiknya mengikuti program KB yang dianjurkan oleh pemerintah dan Ibu hamil dianjurkan untuk meningkatkan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali dimulai dari umur kehamilan muda.

Kata kunci                   : Hiperemesis gravidarum



BAB I
PENDAHULUAN
A.        Latar Belakang
Hiperemesis gravidarum ringan merupakan keluhan umum (fisiologis) yang di sampaikan pada kehamilan muda (Manuaba, 2010). Hiperemesis gravidarum ringan lebih sering terjadi pada usia kehamilan 6-12 minggu (Tiran, 2008). Hiperemesis gravidarum dianggap fisiologis jika keluhan tersebut berkurang atau bahkan hilang pada trimester pertama kehamilan. Menetapkan kejadian hiperemesis gravidarum tidak sukar, sekalipun batas antara muntah yang fisiologis dan patologis tidak jelas, tetapi muntah yang menimbulkan gangguan kehidupan sehari-hari dan dehidrasi memberikan petunjuk bahwa wanita hamil memerlukan perawatan yang intensif (Manuaba, 2010). Seringkali ibu mempunyai respon perilaku yang biasa atas keadaan yang dialaminya sehingga keluhan mual muntah dapat bertambah hebat dimana segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan (Tiran, 2008). Hal ini dapat berlanjut pada keadaan yang lebih lemah, turgor kulit berkurang, lidah kering, mata cekung, hipotensi, hemokonsentrasi serta konstipasi yang merupakan tanda–tanda hiperemesis gravidarum tingkat II.  Hiperemesis gravidarum dapat disebut juga kondisi ketika muntah terjadi sangat hebat dan dapat mengarah pada kekurangan cairan tubuh dan kehilangan berat badan (Dewi, 2011).
Terjadinya kehamilan menimbulkan perubahan hormone estrogen, progesteron dan dikeluarkannya human chorionic gonadothropin plasenta. Hormon-hormon inilah yang diduga menyebabkan hiperemesis gravidarum (Manuaba, 2010). Faktor emosi atau psikologis berperan penting pada kejadian hiperemesis gravidarum, umumnya oleh wanita hamil dengan latar belakang sosial yang rendah, dimana gaya hidup lebih sederhana, lebih rileks dan sedikit tuntunan (Vivian, 2011).
Hiperemesis gravidarum yang ringan (tingkat I) yang dialami secara terus menerus menyebabkan ibu hamil atau penderita menjadi lemah, nafsu makan menurun dan kurangnya asupan makanan yang sehat, hal ini tentunya dapat mempengaruhi perkembangan janin dan memperburuk keadaan ibu serta memicu timbulnya hiperemesis berat. Berdasarkan suatu kajian bahwa 95% wanita yang mempunyai diet yang baik akan mempunyai bayi yang sehat dan dari wanita yang mempunyai gizi buruk hanya 8% mempunyai bayi dengan kesehatan baik (Cunningham, 2005). Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan diketahui bahwa ibu hamil yang menderita hiperemesis gravidarum ringan menganggap kondisi ini merupakan hal wajar dan akan sembuh dengan sendiriya. Keyakinan tersebut seharusnya juga diikuti dengan perilaku yang baik dalam pencegahan hiperemesis gravidarum namun sebagian ibu hamil tersebut masih kesulitan dalam menyikapi kondisi yang dialaminya.
Hiperemesis gravidarum dapat dideteksi dan dicegah pada masa kehamilan dengan cara pemeriksaan kehamilan secara teratur (Varney, 2006). Hiperemesis gravidarum paling sering dijumpai pada kehamilan trimester I namun biasa berlanjut sampai trimester ke II. Dengan penanganan yang baik, hiperemesis dapat teratasi dengan sangat memuaskan. Akan tetapi, muntah yang terus menerus tanpa pengobatan dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang janin dalam rahim. Pada tingkat yang lebih berat hiperemesis dapat mengancam jiwa ibu dan janin (Wiknjosastro, 2002).
Mual atau sering disebut nausea dan emesis gravidarum adalah hal yang wajar dan sering ditemukan dalam kehamilan terutama dalam trimester pertama kehamilan. Menurut penelitian 60%-80% dari wanita yang pertama kali mengandung (primigravida) dan 40%-60% dari wanita yang sudah pernah mengandung (multigravida) mengaku mengalami masalah mual muntah ini (Wiknjosastro, 2002).
World Health Organitation (WHO) mencatat pada tahun 2012 tiap tahunnya lebih dari 300 hingga 400 per 100.000 kelahiran hidup, perempuan meninggal yang disebabkan oleh perdarahan 28%, eklampsia 12%, abortus 13%, sepsis 15%, partus lama 8% dan penyebab lain-lain 2%, sedangkan angka kematian ibu di Indonesia pada tahun 2010 lebih tinggi di Negara-negara ASEAN yaitu 226 per 100.000 kelahiran hidup dibandingkan Filipina 170 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup, Malaysia 41 per 100.000 kelahiran hidup dan Singapura hanya 6 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2013). 
Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2012 jumlah kematian ibu berkisar 121 orang, dimana 70% untuk terjadi karena ibu-ibu yang anemia dan 19,7% untuk mereka yang non anemia.  Sedangkan data dari Rumah Sakit Bhayangkara Makassar tahun 2012 jumlah hiperemesis gravidarum 72 (8.07%) dari 1028 pasien yang berkunjung.
Berdasarkan pada uraian pada latar belakang tersebut maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui bagaimana gambaran kejadian Hiperemesis grvidarum di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar Periode Januari s.d. Desember Tahun 2012.
B.        Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran kejadian hiperemesis gravidarum di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar Periode Januari s.d. Desember 2012?
C.        Tujuan Penelitian
1.    Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran kejadian hiperemesis gravidarum di Rumah Sakit Bhayangkara Mappaoudang Makassar Periode Januari s.d. Desember 2012.


2.    Tujuan Khusus
a.      Diketahuinya gambaran kejadian hiperemesis gravidarum pada ibu hamil berdasarkan umur ibu.
b.      Diketahuinya gambaran kejadian hiperemesis gravidarum pada ibu hamil berdasarkan paritas.
c.      Diketahuinya gambaran kejadian hiperemesis gravidarum pada ibu hamil berdasarkan umur kehamilan.
D.        Manfaat Penulisan
1.     Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian diharapkan dapat berguna sebagai bahan acuan bagi peneliti lain yang berkeinginan untuk melakukan penelitian tentang hiperemesis gravidarum juga sebagai bahan referensi tentang permasalahan di bidang kesehatan reproduksi.
2.    Manfaat Institusi
Sebagai bahan masukan dan jugu informasi bagi Rumah Sakit Bhayangkara Makassar untuk dapat memberikan informasi yang tepat pada ibu hamil khususnya mengenai hiperemesis gravidarum.
3.    Manfaat Praktis
Sebagai bahan pembelajaran dalam mengembangkan ilmu tentang hiperemesis gravidarum.


 Bagi teman-teman yang berminat untuk mendapatkan yang lebih lengkap....hubungi saya di 08114610180 (Ahmad)....semoga bermanfaat..

Rabu, 01 Desember 2010

Aberasi Kromosom

Mutasi

Mutasi adalah perubahan yang terjadi pada bahan genetik (DNA maupun RNA), baik pada taraf urutan gen (disebut mutasi titik) maupun pada taraf kromosom. Mutasi pada tingkat kromosomal biasanya disebut aberasi. Mutasi pada gen dapat mengarah pada munculnya alel baru dan menjadi dasar bagi kalangan pendukung evolusi mengenai munculnya variasi-variasi baru pada spesies.
Mutasi terjadi pada frekuensi rendah di alam, biasanya lebih rendah daripada 1:10.000 individu. Mutasi di alam dapat terjadi akibat zat pembangkit mutasi (mutagen, termasuk karsinogen), radiasi surya maupun radioaktif, serta loncatan energi listrik seperti petir.
Individu yang memperlihatkan perubahan sifat (fenotipe) akibat mutasi disebut mutan. Dalam kajian genetik, mutan biasa dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami perubahan sifat (individu tipe liar atau "wild type".

Macam-macam Mutasi Berdasarkan Sel yang Bermutasi
a. Mutasi somatik adalah mutasi yang terjadi pada sel somatik, yaitu sel tubuh seperti sel kulit. Mutasi ini tidak akan diwariskan pada keturunannya.
b. Mutasi Gametik adalah mutasi yang terjadi pada sel gamet, yaitu sel organ reproduksi yang meliputi sperma dan ovum pada manusia. Karena terjadinya di sel gamet, maka akan diwariskan kepada keturunannya.
Pada umumnya, mutasi itu merugikan, mutannya bersifat letal dan homozigot resesif. Namun mutasi juga menguntungkan, diantaranya, melalui mutasi, dapat dibuat tumbuhan poliploid yang sifatnya unggul. Contohnya, semangka tanpa biji, jeruk tanpa biji, buah stroberi yang besar, dll. Mutasi ini juga menjadi salah satu kunci terjadinya evolusi di dunia ini.
Terbentuknya tumbuhan poliploid ini menguntungkan bagi manusia, namun merugikan bagi tumbuhan yang mengalami mutasi, karena tumbuhan tersebut menjadi tidak bisa berkembang biak secara generatif.
Bahan-bahan yang menyebabkan terjadinya mutasi disebut MUTAGEN. Mutagen dibagi menjadi 3, yaitu:
Mutagen bahan kimia, contohnya adalah kolkisin dan zat digitonin. Kolkisin adalah zat yang dapat menghalangi terbentuknya benang-benang spindel pada proses anafase dan dapat menghambat pembelahan sel pada anafase.
Mutagen bahan fisika, contohnya sinar ultraviolet, sinar radioaktif, dan sinar gamma. Sinar ultraviolet dapat menyebabkan kanker kulit.
Mutagen bahan biologi, diduga virus dan bakeri dapat menyebabkan terjadinya mutasi. Bagian virus yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi adalah DNA-nya.

Macam-macam mutasi berdasarkan bagian yang bermutasi
Mutasi titik
Mutasi titik merupakan perubahan pada basa N dari DNA atau RNA. Mutasi titik relatif sering terjadi namun efeknya dapat dikurangi oleh mekanisme pemulihan gen. Mutasi titik dapat berakibat berubahnya urutan asam amino pada protein, dan dapat mengakibatkan berkurangnya, berubahnya atau hilangnya fungsi enzim. Teknologi saat ini menggunakan mutasi titik sebagai marker (disebut SNP) untuk mengkaji perubahan yang terjadi pada gen dan dikaitkan dengan perubahan fenotipe yang terjadi.
contoh mutasi gen adalah reaksi asam nitrit dengan adenin menjadi zat hipoxanthine. Zat ini akan menempati tempat adenin asli dan berpasangan dengan sitosin, bukan lagi dengan timin.
Aberasi
Mutasi kromosom, sering juga disebut dengan mutasi besar/gross mutation atau aberasi kromosom adalah perubahan jumlah kromosom dan susunan atau urutan gen dalam kromosom. Mutasi kromosom sering terjadi karena kesalahan meiosis dan sedikit dalam mitosis.
Aneuploidi adalah perubahan jumlah n-nya. Dalam hal ini, "n" menandakan jumlah set kromosom. Sebagai contoh, sel tubuh manusia memiliki 2 paket kromosom sehingga disebut 2n, dimana satu paket n manusia berjumlah 23 kromosom. Aneuploidi dibagi menjadi 2, yaitu: >> Autopoliploidi, yaitu n-nya mengganda sendiri karena kesalahan meiosis. >> Allopoliploidi, yaitu perkawinan atau hibrid antara spesies yang berbeda jumlah set kromosomnya.
Aneusomi adalah perubahan jumlah kromosom. Penyebabnya adalah anafase lag (peristiwa tidak melekatnya beneng-benang spindel ke sentromer) dan non disjunction (gagal berpisah).
Aneusomi pada manusia dapat menyebabkan:
a. Sindrom Turner, dengan kariotipe (22AA+X0). Jumlah kromosomnya 45 dan kehilangan 1 kromosom kelamin. Penderita Sindrom Turner berjenis kelamin wanita, namun ovumnya tidak berkembang (ovaricular disgenesis).
b. Sindrom Klinefelter, kariotipe (22 AA+XXY), mengalami trisomik pada kromosom gonosom. Penderita Sindrom Klinefelter berjenis kelamin laki-laki, namun testisnya tidak berkembang (testicular disgenesis) sehingga tidak bisa menghasilkan sperma (aspermia) dan mandul (gynaecomastis) serta payudaranya tumbuh.
c. Sindrom Jacobs, kariotipe (22AA+XYY), trisomik pada kromosom gonosom. Penderita sindrom ini umumnya berwajah kriminal, suka menusuk-nusuk mata dengan benda tajam, seperti pensil,dll dan juga sering berbuat kriminal. Penelitian di luar negeri mengatakan bahwa sebagian besar orang-orang yang masuk penjara adalah orang-orang yang menderita Sindrom Jacobs.
Sindrom Patau, kariotipe (45A+XX/XY), trisomik pada kromosom autosom. kromosom autosomnya mengalami kelainan pada kromosom nomor 13, 14, atau 15.
Sindrom Edward, kariotipe (45A+XX/XY), trisomik pada autosom. Autosom mengalami kelainan pada kromosom nomor 16,17, atau 18. Penderita sindrom ini mempunyai tengkorak lonjong, bahu lebar pendek, telinga agak ke bawah dan tidak wajar.
Delesi Terjadi ketika sebuah fragmen kromosom patah dan hilang pada saat pembelahan sel. Kromosom tempat fragmen tersebut berasal kemudian akan kehilangan gen-gen tertentu. Namun dalam beberapa kasus, fragmen patahan tersebut dapat berikatan dengan kromosom homolog menghasilkan Duplikasi.Fragmen tersebut juga dapat melekat kembali pada kromosom asalnya dengan arah terbalik dan menghasilkan Inversi.

Thanks To : Wikipedia Indonesia